Minggu, 22 April 2012

Titrasi Potensiometri Asam Amino

LAPORAN TETAP
PRAKTIKUM BIOKIMIA I

I.       Nomor Percobaan     : IV
II.    Nama Percobaan       : Titrasi Potensiometri Asam Amino
III. Tujuan Percobaan    : Untuk mencari pH asam amino dan membuat kurva titrasi asam amino.
IV. Landasan Teori         :
Potensiometri yaitu pengukuran tunggal terhadap potensial dari suatu aktivitas ion yang diamati, hal ini terutama diterapkan dalam pengukuran pH larutan (Basset 1994).Proses potensiometri dapat dilakukan dengan bantuan elektroda indikator dan elektroda pembanding yang sesuai. Dengan demikian, kurva titrasi yang diperoleh dengan menggambarkan grafik potensial terhadap volume titran yang ditambahkan, mempunyai kenaikan yang tajam di sekitar titik kesetaraan. Dari grafik itu dapat diperkirakan titik akhir titrasi. Cara potensiometri ini dapat digunakan bila tidak ada indikator yang cocok untuk menentukan titik akhir titrasi, misalnya dalam hal larutan keruh atau bila daerah kesetaran sangat pendek dan tidak cocok untuk penetapan titik akhir titrasi dengan indikator (Rivai, 1995).
Potensial dalam titrasi potensiometri dapat diukur sesudah penambahan sejumlah kecil volume titran secara berturut-turut atau secara kontinu dengan perangkat automatik. Presisi dapat dipertinggi dengan sel konsentrasi. Elektroda indikator yang digunakan dalam titrasi potensiometri tentu saja akan bergantung pada macam reaksi yang sedang diselidiki. Jadi untuk suatu titrasi asam basa, elektroda indikator dapat berupa elektroda hidrogen atau sesuatu elektroda lain yang peka akan ion hidrogen, untuk titrasi pengendapan halida dengan perak nitrat, atau perak dengan klorida akan digunakan elektroda perak, dan untuk titrasi redoks (misalnya, besi(II)) dengan dikromat digunakan kawat platinum semata-mata sebagai elektroda redoks (Khopkar, 1990).
Asam amino adalah sembarang senyawa organik yang memiliki gugus fungsional karboksil (-COOH) dan amina (biasanya -NH2). Dalam biokimia seringkali pengertiannya dipersempit: keduanya terikat pada satu atom karbon (C) yang sama (disebut atom C " alfa " atau α ). Gugus karboksil memberikan sifat asam dan gugus amina memberikan sifat basa. Dalam bentuk larutan, asam amino bersifat amfoterik: cenderung menjadi asam pada larutan basa dan menjadi basa pada larutan asam. Perilaku ini terjadi karena asam amino mampu menjadi zwitter -ion . Asam amino termasuk golongan senyawa yang paling banyak dipelajari karena salah satu fungsinya sangat penting dalam organisme, yaitu sebagai penyusun protein.
Struktur asam amino secara umum adalah satu atom C yang mengikat empat gugus: gugus amina (NH2), gugus karboksil (COOH), atom hidrogen (H), dan satu gugus sisa (R, dari residue) atau disebut juga gugus atau rantai samping yang membedakan satu asam amino dengan asam amino lainnya.
Atom C pusat tersebut dinamai atom Cα ("C-alfa") sesuai dengan penamaan senyawa bergugus karboksil, yaitu atom C yang berikatan langsung dengan gugus karboksil. Oleh karena gugus amina juga terikat pada atom Cα ini, senyawa tersebut merupakan asam α-amino. Asam amino biasanya diklasifikasikan berdasarkan sifat kimia rantai samping tersebut menjadi empat kelompok. Rantai samping dapat membuat asam amino bersifat asam lemah, basa lemah, hidrofilik jika polar, dan hidrofobik jika nonpolar. Karena atom C pusat mengikat empat gugus yang berbeda, maka asam amino—kecuali glisina— memiliki isomer optik : L dan D. Cara sederhana untuk mengidentifikasi isomeri ini dari gambaran dua dimensi adalah dengan "mendorong" atom H ke belakang pembaca (menjauhi pembaca). Jika searah putaran jarum jam (putaran ke kanan) terjadi urutan karboksil-residu-amina maka ini adalah tipe D. Jika urutan ini terjadi dengan arah putaran berlawanan jarum jam, maka itu adalah tipe L. (Aturan ini dikenal dalam bahasa Inggris dengan nama CLRN, dari singkatan COOH – R - NH2).
Pada umumnya, asam amino alami yang dihasilkan eukariota merupakan tipe L meskipun beberapa siput laut menghasilkan tipe D. Dinding sel bakteri banyak mengandung asam amino tipe D.
Polimerisasi asam amino
Protein merupakan polimer yang tersusun dari asam amino sebagai monomernya. Monomermonomer ini tersambung dengan ikatan peptida , yang mengikat gugus karboksil milik satu monomer dengan gugus amina milik monomer di sebelahnya. Reaksi penyambungan ini (disebut translasi) secara alami terjadi di sitoplasma dengan bantuan ribosom dan tRNA. Protein merupakan polimer yang tersusun dari asam amino sebagai monomernya. Monomermonomer ini tersambung dengan ikatan peptida , yang mengikat gugus karboksil milik satu monomer dengan gugus amina milik monomer di sebelahnya. Reaksi penyambungan ini (disebut translasi) secara alami terjadi di sitoplasma dengan bantuan ribosom dan tRNA.
Pada polimerisasi asam amino, gugus -OH yang merupakan bagian gugus karboksil satu asam amino dan gugus -H yang merupakan bagian gugus amina asam amino lainnya akan terlepas dan membentuk air. Oleh sebab itu, reaksi ini termasuk dalam reaksi dehidrasi. Molekul asam amino yang telah melepaskan molekul air dikatakan disebut dalam bentuk residu asam amino. Asam amino dalam bentuk tidak terion (kiri) dan dalam bentuk zwitter -ion . Karena asam amino memiliki gugus aktif amina dan karboksil sekaligus, zat ini dapat dianggap
sebagai sekaligus asam dan basa (walaupun pH alaminya biasanya dipengaruhi oleh gugus-R yang dimiliki). Pada pH tertentu yang disebut titik isolistrik , gugus amina pada asam amino menjadi bermuatan positif (terprotonasi, –NH3+), sedangkan gugus karboksilnya menjadi bermuatan negatif (terdeprotonasi,–COO).
Titik isolistrik ini spesifik bergantung pada jenis
asam aminonya. Dalam keadaan demikian, asam amino tersebut dikatakan berbentuk zwitter -ion . Zwitter-ion dapat diekstrak dari larutan asam amino sebagai struktur kristal putih yang bertitik lebur tinggi karena sifat dipolarnya. Kebanyakan asam amino bebas berada dalam bentuk zwitter-ion pada pH netral maupun pH fisiologis yang dekat netral.
Pada polimerisasi asam amino, gugus -OH yang merupakan bagian gugus karboksil satu asam amino dan gugus -H yang merupakan bagian gugus amina asam amino lainnya akan terlepas dan membentuk air. Oleh sebab itu, reaksi ini termasuk dalam reaksi dehidrasi. Molekul asam amino yang telah melepaskan molekul air dikatakan disebut dalam bentuk residu asam amino..
Reaksi asam amino
            Asam amino dapat bereaksi dengan basa kuat karena bersifat asam lemah dan bereaksi dengan asam kuat karena mengandung gugus -NH2 yang bersifat basa lemah. Gugus yang memberikan sifat asam adalah gugus –COOH. Hal ini karena asam amino bersifat amfoter.
asam α-amino secara umum dimisalkan sebagai R-CH(NH2)-COOH. Pada saat larutannya direaksikan dengan basa kuat, NaOH maka OH- menyerang gugus -COOH terbentuklah -COO-.
R-CH(NH2)-COOH + OH- → R-CH(NH2)-COO- + H2O
            Ketika asam amino itu direaksikan dengan asam kuat, H2SO4(aq), ion-ion H+ tertarik ke gugus -NH2 membentuk -NH3+.
R-CH(NH2)-COOH + H+ → R-CH(NH3+)-COOH
            Perhatikan persamaan reaksi ini. Ketika larutan NaOH ditambahkan ke dalam larutan asam amino, ion-ion OH- dari NaOH menumbuk gugus -COOH dan menarik ion H+ membentuk H2O. Gugus asam berubah menjadi -COO-. Berarti saat asam amino ditambah basa kuat, bersifat asam lemah. Kebalikannya, saat asam amino direaksikan dengan asam kuat HCl(aq), ion-ion H+ tertarik ke gugus -NH2 membentuk -NH3+. Berarti ketika asam amino ditambah dengan asam kuat, bersifat basa lemah. Kesimpulannya, asam amino bersifat amfoter, dapat bereaksi dengan asam kuat dan basa kuat.
            Suatu ion dipolar mempunyai sebuah muatan positif dan sebuah muatan negatif; sehingga muatan listriknya netral. Walaupun netral, tetapi ion dipolar masih merupakan senyawa ion. Terlihat dari sifat-sifat fisiknya. Misalnya:  titik didihnya tinggi, dapat larut dalam air, tetapi hampir tidak larut dalam pelarut organik. Sifat-sifat ini tidak ada bila ion dipolar tidak mempunyai muatan ion.
            Ion dipolar bersifat amfoter, dapat bereaksi dengan asam atau basa. Sifat penting ini disebabkan karena adanya muatan positif dan negatif. Bila asam-amino yang dipolarkan bereaksi dengan asam, gugus karboksil akan mendapat sebuah proton dan ion dipolar ini akan berubah menjadi suatu proton. Bila direaksikan dengan basa, asam amino akan kehilangan sebuah proton sehingga terbentuk sebuah amino.
            Berdasarkan pada struktur rantai samping (R) aam-asam amino termasuk dalam golongan asam amino berikut:
1)      rantai samping netral
2)      rantai samping basa
3)      rantai samping asam.
1)      Asam Amino Netral
Pada rantai samping netral, asam amino yang termasuk dalam golongan ini tidak mempunyai gugus karboksil maupun gugus fungsional basa dalam rantai sampingnya. Lima belas dari 20 asam amino termasuk dalam golongan ini. Asam amino netral ini dibagi dalam asam amino polar dan non polar.
Contoh asam amino netral non polar : alanin, glisin, isoleusin, leusin, metionin, fenilalanin, triptofan, dan valin.
Sedangkan asam amino netral polar : asparagin, sistein, glutamin, serin, threonin, tirosin.
            Asam amino netral non polar umumnya adalah yang paling sukar larut dalam air dari seluruh 20 asam amino ini. Pada pH 6-7 mereka berada sebagai ino dipolar yang netral. Tak satupun dari asam amino ini yang gugus fungsional rantai cabangnya dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air (Nitrogen heterosiklik dari triptofan tak membentuk ikatan hidrogen dengan air karena pasangan elektronnya adalah sebagian dari awan elektron pi. Gugus sulfida dalam metionin tak polar sehingga tak membentuk ikatan hidrogen dengan air.
            Enam dari asam amino netral polar adalah karena rantai cabangnya mengandung gugus polar seperti:-OH. Asam amino ini lebih mudah larut dalam air daripada asam amino netral non polar.
2)      Asam Amino Basa
Asam amino basa terdiri dari : arginin, histidin, dan lisin. Masing-masing dari asam amino ini mempunyai gugus fungsional yang dapat bereaksi dengan proton pada pH 6-7 dan membentuk senyawa ion yang bermuatan positif. Sehingga pada pH 6-7 suatu asam amino basa mempunyai dua muatan positif dan satu muatan negatif atau akhirnya sebuah muatan positif.
3)      Asam Amino Asam
Dua dari asam amino digolongkan ke dalam asam karena mempunyai gugus karboksil pada rantai cabangnya. Pada pH 6-7, rantai cabang karboksil ini akan melepaskan protonnya ke air untuk membentuk suatu bentuk dengan dau muatan negatif dan sebuah muatan positif sehingga pada pH 6-7 asam amino mempunyai muatan negatif.
Kurva Titrasi memberikan Gambaran Akan Muatan Listrik Asam Amino
            Terdapat hubungan antara total muatan listrik dengan pH larutan. misalnya pada alanin, pada pH 6,02, yaitu titik balik diantara kedua tahap titrasi, alanin terdapat sebagai bentuk dipolar atau zwiterion, yang bersifat mengion dengan sempurna, tetapi tidak mempunyai muatan total. Molekul alanin pada pH ini bersifat netral dan tidak mengion di dalam medan listrik, pH yang sifatnya khas inilah yang disebut dengan pH isoelektrik, yaitu rata-rata dari nilai pK’.
Pada setiap pH diatas titik isoelektrik, alanin mempunyai muatan negatif, dan karenanya akan bergerak ke arah elektode positif (anoda) jika ditempatkan pada suatu medan listrik. Pada setiap pH di bawah titik isoelektrik, alanin mempunyai muatan positif dan akan bergerak menuju elektroda negatif katoda. Semakin jauh pH larutan alanin dari titik isoelektriknya, semakin besar muatan listrik total populasi molekul alanin.

V.    Alat dan Bahan

a.       Alat
·         Biuret
·         Erlenmeyer
·         Beker gelas
·         pH meter
·         pipet tetes
·         labu ukur

b.      Bahan
·         NaOH 2 N
·         H2SO4 2 N
·         Asam amino glisin, asam glutamate, arginin, alanin


VI. Prosedur Percobaan
·         Larutkan 200 mg  asam amino (mono amino dan mono karboksilat) seperti glisin ke dalam 20 ml aquadest.
·         Titrasi dengan larutan H2SO4 2 N
·         Catat perubahan pH larutan asam amino tersebut tiap penambahan 5 tetes  larutan H2SO4 2 N. titrasi dilanjutkan sampai tercapai pH 1.20
·         Larutkan kembali 200 mg  asam amino (mono amino dan mono karboksilat) seperti glisin ke dalam 20 ml aquadest.
·         Titrasi dengan larutan NaOH 2 N
·         Catat perubahan pH larutan asam amino tersebut tiap penambahan 5 tetes  larutan NaOH 2 N. titrasi dilanjutkan sampai tercapai pH 12.0
·         Lakukan titrasi pelarut (aquadest) sebagai blanko dan ini dilakukan seperti pada percobaan-percobaan di atas. Dengan demikian dapat diakukan kreksi-koreksi sehingga dapat diketahui berapa banyak H2SO4 dan NaOH yang sebenarnya dipakai oleh asam amino yang diselidiki.

VII.      Hasil Pengamatan
o      Asam Glutamat + NaOH
V NaOH (ml)
pH
0
3,38
0,25
4,25
0,5
8,42
0,75
9,73
1
11,50
1,25
12,05
1,5
12,18

o      Asam glutamat + H2SO4
V H2SO4 (ml)
pH
0
3,33
0,25
2,04
0,5
1,77
0,75
1,66
1
1,51
1,25
1,44
1,5
1,33
1,75
1,22

o      Glisin + NaOH
V NaOH (ml)
pH
0
6,69
0,25
8,60
0,5
9,06
0,75
9,46
1
9,83
1,25
10,33
1,5
11,54
1,75
12,11

o      Glisin + H2SO4
V H2SO4 (ml)
pH
0
6,71
0,25
2,70
0,5
2,20
0,75
1,98
1
1,74
1,25
1,59
1,5
1,51
1,75
1,45
2
1,40
2,25
1,35
2,5
1,30
2,75
1,26
3
1,22

o      Alanin + NaOH
V NaOH (ml)
pH
0
6,37
0,25
9,07
0,5
9,54
0,75
9,98
1
10,74
1,25
11,75
1,5
12,14

o      Alanin + H2SO4
V H2SO4 (ml)
pH
0
6,38
0,25
3,02
0,5
2,60
0,75
2,55
1
2,14
1,25
1,91
1,5
1,79
1,75
1,72
2
1,58
2,25
1,52
2,5
1,45
2,75
1,41
3
1,35
3,25
1,30
3,5
1,25

o      Arginin + NaOH
V NaOH (ml)
pH
0
9,95
0,25
11,59
0,5
11,98
0,6
12,07

o      Arginin + H2SO4
V H2SO4 (ml)
pH
0
10,03
0,25
9,36
0,5
2,10
0,75
1,85
1
1,65
1,25
1,52
1,5
1,43
1,75
1,31
2
1,22

o      H2O + NaOH
V NaOH (ml)
pH
0
6,76
0,25
11,85
0,5
12,02

o      H2O + H2SO4
V H2SO4 (ml)
pH
0
6,77
0,25
1,67
0,5
1,50
0,75
1,48
1
1,36
1,25
1,32
1,5
1,25







IX.       Pembahasan
Pada percobaan ini  dilakukan pengukuran pH terhadap empat asam amino yaitu asam amino glisin, asam glutamate, arginin, dan alanin dengan menggunakan titran larutan NaOH 2 N dan larutan H2SO4 2 N. Penambahan asam sulfat yang bersifat asam kuat mengakibatkan terdapat ion H+ yang berlebih,. Dimana dilakukan penukuran pH setiap penambahan 0.25 ml larutan titran.
Titran yang digunakan yaitu yang bersifat basa NaOH dan yang bersifat asam yaitu H2SO4 dan juga ada larutan titran blanko yang akan dibandingkan dengan volume titran larutan asam amino. Hal ini bertujuan untuk membandingkan volume larutan blanko dengan larutan asam amino yang telah dititrasi guna mngetahi seberapa besar kita melakukan penyimpangan dalam melakukan praktikum. Sehingga dapat dilihat dari volume koreksi serta % koreksi yang didapat.
Pada saat menitrasi dengan NaOH, asam amino akan membentuk struktur asam amino yang bersifat basa. Sebaliknya jika dititrasi dengan H2SO4 akan membentuk struktur asam amino kation dalam keadaan asam yang ditunjukkan oleh pH semakin kecil dari 7. jadi, dalam keadaan ini maka gugus karboksil lebih banyak dibandingkan dengan gugus aminonya.
Titrasi ini dilakukan untuk mencari titik isoelektrik pada asam amino, dimana asam amino mempunyai muatan listrik netral. Jika pH yang terjadi terdapat di atas titik isoelektriknya maka asam amino tersebut bermuatan negatif, dan jika pHnya berada dibawah titik isoelektriknya maka asam amino tersebut akan bermuatan positif.
asam α-amino secara direaksikan dengan basa kuat, NaOH maka OH- menyerang gugus -COOH terbentuklah -COO-.+ H2O. Ketika asam amino itu direaksikan dengan asam kuat, H2SO4(aq), ion-ion H+ tertarik ke gugus -NH2 membentuk -NH3+.Bila asam amino dilarutkan dalam larutan asam (pH rendah) akan ada perubahan proton sehingga membentuk kation. Bila pH larutan dinaikkan (penambahan basa), kation alanin berubah, mula-mula menjadi ion dipolar yang netral kemudian menjadi anion.
Keelektronegatifan asam kuat lebih besar sehingga menarik ikatan elektron lebih kuat daripada atom hidrogen, dan lebih mudah dalam pembentukan ion H+. Pengaruh pH didasarkan pada adanya perbedaan muatan antara asam-asam amino penyusun protein, daya tarik menarik yang paling kuat antar protein yang sama terjadi pada pH isoelektrik.
Setiap protein mempunyai kelarutan tertentu yang ditentukan oleh komposisi larutannya. Kelarutan protein secara nyata dipengaruhi oleh pH dan umumnya mempunyai nilai yang minimum pada pH isoelektrik. Perubahan pH akan mempengaruhi ionisasi gugus fungsional protein sehingga muatan total protein berubah. Pada titik isoelektrik total muatan protein sama dengan nol, sehingga interaksi antar molekul protein menjadi maksimum.
Asam amino mempunyai satu gugus amino dan satu gugus karboksil, apabila dilarutkan di dalam air maka gugus karboksil tersebut akan melepaskan ion H+  sehingga membentuk –CH3COO- yang bermuatan negatif sedangkan gugus amino akan menangkap ion H+ tersebut dan akan membentuk –NH3+ yang bermuatan positif.




















X.          Kesimpulan dan Saran
·         Bila pH asam amino berada di atas titik isoelektriknya, maka asam amino itu akan bermuatan negatif. Dan bila pH asam amino berada di bawah titik isoelektriknya maka asam amino tersebut bermuatan positif.
·         asam α-amino secara direaksikan dengan basa kuat, NaOH maka OH- menyerang gugus -COOH terbentuklah -COO-.+ H2O. Ketika asam amino itu direaksikan dengan asam kuat, H2SO4(aq), ion-ion H+ tertarik ke gugus -NH2 membentuk -NH3+.
·         Bila asam amino dilarutkan dalam larutan asam (pH rendah) akan ada perubahan proton sehingga membentuk kation. Bila pH larutan dinaikkan (penambahan basa), kation alanin berubah, mula-mula menjadi ion dipolar yang netral kemudian menjadi anion.
·         Titrasi dengan larutan asam dan basa yaitu untuk menentukan titik isoelektrik pada asam amino dimana asam amino bersifat netral.