LAPORAN TETAP
PRAKTIKUM BIOKIMIA I
I.
Nomor
Percobaan : IV
II.
Nama
Percobaan : Titrasi Potensiometri
Asam Amino
III. Tujuan Percobaan : Untuk mencari pH asam amino dan membuat kurva titrasi asam amino.
IV. Landasan Teori :
Potensiometri yaitu pengukuran tunggal terhadap
potensial dari suatu aktivitas ion yang diamati, hal ini terutama diterapkan
dalam pengukuran pH larutan (Basset 1994).Proses potensiometri dapat dilakukan
dengan bantuan elektroda indikator dan elektroda pembanding yang sesuai. Dengan
demikian, kurva titrasi yang diperoleh dengan menggambarkan grafik potensial
terhadap volume titran yang ditambahkan, mempunyai kenaikan yang tajam di
sekitar titik kesetaraan. Dari grafik itu dapat diperkirakan titik akhir
titrasi. Cara potensiometri ini dapat digunakan bila tidak ada indikator yang
cocok untuk menentukan titik akhir titrasi, misalnya dalam hal larutan keruh
atau bila daerah kesetaran sangat pendek dan tidak cocok untuk penetapan titik
akhir titrasi dengan indikator (Rivai, 1995).
Potensial dalam titrasi potensiometri dapat diukur
sesudah penambahan sejumlah kecil volume titran secara berturut-turut atau
secara kontinu dengan perangkat automatik. Presisi dapat dipertinggi dengan sel
konsentrasi. Elektroda indikator yang digunakan dalam titrasi potensiometri
tentu saja akan bergantung pada macam reaksi yang sedang diselidiki. Jadi untuk
suatu titrasi asam basa, elektroda indikator dapat berupa elektroda hidrogen
atau sesuatu elektroda lain yang peka akan ion hidrogen, untuk titrasi
pengendapan halida dengan perak nitrat, atau perak dengan klorida akan
digunakan elektroda perak, dan untuk titrasi redoks (misalnya, besi(II)) dengan
dikromat digunakan kawat platinum semata-mata sebagai elektroda redoks
(Khopkar, 1990).
Asam amino adalah sembarang senyawa organik
yang memiliki gugus fungsional karboksil (-COOH) dan amina (biasanya -NH2). Dalam biokimia seringkali
pengertiannya dipersempit:
keduanya terikat pada satu atom karbon (C) yang sama (disebut atom C " alfa
" atau α ). Gugus karboksil memberikan sifat asam dan gugus amina memberikan sifat
basa. Dalam bentuk larutan, asam amino bersifat amfoterik: cenderung menjadi asam pada larutan basa dan menjadi basa
pada larutan asam.
Perilaku ini terjadi karena asam amino mampu menjadi zwitter -ion .
Asam amino termasuk
golongan senyawa yang paling banyak dipelajari karena salah satu fungsinya sangat
penting dalam organisme, yaitu sebagai penyusun protein.
Struktur asam amino secara
umum adalah satu atom C yang mengikat empat gugus: gugus amina (NH2), gugus karboksil
(COOH), atom hidrogen (H), dan satu gugus sisa (R, dari residue) atau
disebut juga gugus atau
rantai samping yang membedakan satu asam amino dengan asam amino lainnya.
Atom C pusat tersebut
dinamai atom Cα ("C-alfa") sesuai dengan penamaan senyawa bergugus
karboksil, yaitu atom C
yang berikatan langsung dengan gugus karboksil. Oleh karena gugus amina juga terikat pada
atom Cα ini, senyawa tersebut merupakan asam α-amino. Asam amino biasanya
diklasifikasikan berdasarkan sifat kimia rantai samping tersebut menjadi
empat kelompok. Rantai
samping dapat membuat asam amino bersifat asam lemah, basa lemah, hidrofilik jika polar, dan
hidrofobik jika nonpolar. Karena atom C pusat mengikat empat gugus yang berbeda, maka asam
amino—kecuali glisina— memiliki isomer optik : L dan D. Cara sederhana untuk mengidentifikasi
isomeri ini dari gambaran dua dimensi adalah dengan "mendorong" atom H ke belakang
pembaca (menjauhi pembaca). Jika searah putaran jarum jam (putaran ke kanan) terjadi urutan karboksil-residu-amina
maka ini adalah tipe D.
Jika urutan ini terjadi dengan arah putaran berlawanan jarum jam, maka itu
adalah tipe L. (Aturan
ini dikenal dalam bahasa Inggris dengan nama CLRN, dari singkatan COOH
– R - NH2).
Pada umumnya, asam amino
alami yang dihasilkan eukariota merupakan tipe L meskipun beberapa siput laut
menghasilkan tipe D. Dinding sel bakteri banyak mengandung asam amino tipe D.
Polimerisasi asam amino
Protein merupakan polimer yang tersusun dari asam amino sebagai
monomernya. Monomermonomer ini tersambung dengan ikatan peptida , yang mengikat
gugus karboksil milik satu monomer dengan gugus amina milik monomer di
sebelahnya. Reaksi penyambungan ini (disebut translasi) secara alami terjadi di
sitoplasma dengan bantuan ribosom dan tRNA. Protein merupakan polimer yang
tersusun dari asam amino sebagai monomernya. Monomermonomer ini tersambung
dengan ikatan peptida , yang mengikat gugus karboksil milik satu monomer dengan
gugus amina milik monomer di sebelahnya. Reaksi penyambungan ini (disebut translasi)
secara alami terjadi di sitoplasma dengan bantuan ribosom dan tRNA.
Pada polimerisasi asam amino, gugus -OH yang merupakan bagian gugus
karboksil satu asam amino dan gugus -H yang merupakan bagian gugus amina asam
amino lainnya akan terlepas dan membentuk air. Oleh sebab itu, reaksi ini
termasuk dalam reaksi dehidrasi. Molekul asam amino yang telah melepaskan
molekul air dikatakan disebut dalam bentuk residu asam amino. Asam amino
dalam bentuk tidak terion (kiri) dan dalam bentuk zwitter -ion . Karena asam
amino memiliki gugus aktif amina dan karboksil sekaligus, zat ini dapat
dianggap
sebagai sekaligus asam dan basa (walaupun pH alaminya biasanya
dipengaruhi oleh gugus-R yang dimiliki). Pada pH tertentu yang disebut titik
isolistrik , gugus amina pada asam amino menjadi bermuatan positif
(terprotonasi, –NH3+), sedangkan gugus karboksilnya menjadi bermuatan negatif
(terdeprotonasi,–COO).
Titik isolistrik ini spesifik bergantung pada jenis
asam aminonya. Dalam keadaan demikian, asam amino tersebut dikatakan
berbentuk zwitter -ion . Zwitter-ion dapat diekstrak dari larutan asam
amino sebagai struktur kristal putih yang bertitik lebur tinggi karena sifat
dipolarnya. Kebanyakan asam amino bebas berada dalam bentuk zwitter-ion pada pH
netral maupun pH fisiologis yang dekat netral.
Pada polimerisasi asam amino, gugus -OH yang merupakan bagian gugus
karboksil satu asam amino dan gugus -H yang merupakan bagian gugus amina asam
amino lainnya akan terlepas dan membentuk air. Oleh sebab itu, reaksi ini
termasuk dalam reaksi dehidrasi. Molekul asam amino yang telah melepaskan
molekul air dikatakan disebut dalam bentuk residu asam amino..
Reaksi asam amino
Asam amino dapat bereaksi dengan
basa kuat karena bersifat asam lemah dan bereaksi dengan asam kuat karena
mengandung gugus -NH2 yang bersifat basa lemah. Gugus yang
memberikan sifat asam adalah gugus –COOH. Hal ini karena asam amino bersifat
amfoter.
asam
α-amino secara umum dimisalkan sebagai R-CH(NH2)-COOH. Pada saat
larutannya direaksikan dengan basa kuat, NaOH maka OH- menyerang
gugus -COOH terbentuklah -COO-.
R-CH(NH2)-COOH
+ OH- → R-CH(NH2)-COO- + H2O
Ketika asam amino itu direaksikan
dengan asam kuat, H2SO4(aq), ion-ion H+
tertarik ke gugus -NH2 membentuk -NH3+.
R-CH(NH2)-COOH
+ H+ → R-CH(NH3+)-COOH
Perhatikan persamaan reaksi ini.
Ketika larutan NaOH ditambahkan ke dalam larutan asam amino, ion-ion OH-
dari NaOH menumbuk gugus -COOH dan menarik ion H+ membentuk H2O.
Gugus asam berubah menjadi -COO-. Berarti saat asam amino ditambah
basa kuat, bersifat asam lemah. Kebalikannya, saat asam amino direaksikan
dengan asam kuat HCl(aq), ion-ion H+ tertarik ke gugus -NH2
membentuk -NH3+. Berarti ketika asam amino ditambah
dengan asam kuat, bersifat basa lemah. Kesimpulannya, asam amino bersifat amfoter,
dapat bereaksi dengan asam kuat dan basa kuat.
Suatu ion dipolar mempunyai sebuah muatan positif dan sebuah muatan
negatif; sehingga muatan listriknya netral. Walaupun netral, tetapi ion dipolar
masih merupakan senyawa ion. Terlihat dari sifat-sifat fisiknya. Misalnya: titik didihnya tinggi, dapat larut dalam air,
tetapi hampir tidak larut dalam pelarut organik. Sifat-sifat ini tidak ada bila
ion dipolar tidak mempunyai muatan ion.
Ion
dipolar bersifat amfoter, dapat bereaksi dengan asam atau basa. Sifat penting
ini disebabkan karena adanya muatan positif dan negatif. Bila asam-amino yang dipolarkan bereaksi dengan asam, gugus
karboksil akan mendapat sebuah proton dan ion dipolar ini akan berubah menjadi
suatu proton. Bila direaksikan dengan basa, asam amino akan kehilangan sebuah
proton sehingga terbentuk sebuah amino.
Berdasarkan
pada struktur rantai samping (R) aam-asam amino termasuk dalam golongan asam
amino berikut:
1) rantai samping netral
2) rantai samping basa
3) rantai samping asam.
1) Asam Amino Netral
Pada rantai samping netral, asam amino yang
termasuk dalam golongan ini tidak mempunyai gugus karboksil maupun gugus
fungsional basa dalam rantai sampingnya. Lima belas dari 20 asam amino termasuk
dalam golongan ini. Asam amino netral ini dibagi dalam asam amino polar dan non polar.
Contoh asam amino netral non polar : alanin,
glisin, isoleusin, leusin, metionin, fenilalanin, triptofan, dan valin.
Sedangkan asam amino netral polar : asparagin,
sistein, glutamin, serin, threonin, tirosin.
Asam
amino netral non polar umumnya adalah yang paling sukar larut dalam air dari
seluruh 20 asam amino ini. Pada pH 6-7 mereka berada sebagai ino dipolar yang
netral. Tak satupun dari asam amino ini yang gugus fungsional rantai cabangnya
dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air (Nitrogen heterosiklik dari
triptofan tak membentuk ikatan hidrogen dengan air karena pasangan elektronnya
adalah sebagian dari awan elektron pi. Gugus sulfida dalam metionin tak polar
sehingga tak membentuk ikatan hidrogen dengan air.
Enam
dari asam amino netral polar adalah karena rantai cabangnya mengandung gugus
polar seperti:-OH. Asam amino ini lebih mudah larut dalam air daripada asam
amino netral non polar.
2) Asam Amino Basa
Asam amino basa terdiri dari : arginin,
histidin, dan lisin. Masing-masing dari asam amino ini mempunyai gugus
fungsional yang dapat bereaksi dengan proton pada pH 6-7 dan membentuk senyawa
ion yang bermuatan positif. Sehingga pada pH 6-7 suatu asam amino basa
mempunyai dua muatan positif dan satu muatan negatif atau akhirnya sebuah
muatan positif.
3) Asam Amino Asam
Dua dari asam amino digolongkan ke dalam
asam karena mempunyai gugus karboksil pada rantai cabangnya. Pada pH 6-7,
rantai cabang karboksil ini akan melepaskan protonnya ke air untuk membentuk
suatu bentuk dengan dau muatan negatif dan sebuah muatan positif sehingga pada
pH 6-7 asam amino mempunyai muatan negatif.
Kurva Titrasi memberikan Gambaran Akan Muatan Listrik Asam Amino
Terdapat
hubungan antara total muatan listrik dengan pH larutan. misalnya pada alanin,
pada pH 6,02, yaitu titik balik diantara kedua tahap titrasi, alanin terdapat
sebagai bentuk dipolar atau zwiterion, yang bersifat mengion dengan sempurna,
tetapi tidak mempunyai muatan total. Molekul alanin pada pH ini bersifat netral
dan tidak mengion di dalam medan listrik, pH yang sifatnya khas inilah yang
disebut dengan pH isoelektrik, yaitu rata-rata dari nilai pK’.
Pada setiap pH diatas titik isoelektrik, alanin
mempunyai muatan negatif, dan karenanya akan bergerak ke arah elektode positif
(anoda) jika ditempatkan pada suatu medan listrik. Pada setiap pH di bawah
titik isoelektrik, alanin mempunyai muatan positif dan akan bergerak menuju
elektroda negatif katoda. Semakin jauh pH larutan alanin
dari titik isoelektriknya, semakin besar muatan listrik total populasi molekul
alanin.
V.
Alat
dan Bahan
a. Alat
·
Biuret
·
Erlenmeyer
·
Beker gelas
·
pH meter
·
pipet tetes
·
labu ukur
b. Bahan
·
NaOH 2 N
·
H2SO4 2 N
·
Asam amino glisin, asam glutamate,
arginin, alanin
VI. Prosedur
Percobaan
·
Larutkan 200 mg asam amino (mono amino dan mono karboksilat)
seperti glisin ke dalam 20 ml aquadest.
·
Titrasi dengan larutan H2SO4
2 N
·
Catat perubahan pH larutan asam amino
tersebut tiap penambahan 5 tetes larutan
H2SO4 2 N. titrasi dilanjutkan sampai tercapai pH 1.20
·
Larutkan kembali 200 mg asam amino (mono amino dan mono karboksilat)
seperti glisin ke dalam 20 ml aquadest.
·
Titrasi dengan larutan NaOH 2 N
·
Catat perubahan pH larutan asam amino
tersebut tiap penambahan 5 tetes larutan
NaOH 2 N. titrasi dilanjutkan sampai tercapai pH 12.0
·
Lakukan titrasi pelarut (aquadest)
sebagai blanko dan ini dilakukan seperti pada percobaan-percobaan di atas.
Dengan demikian dapat diakukan kreksi-koreksi sehingga dapat diketahui berapa
banyak H2SO4 dan NaOH yang sebenarnya dipakai oleh asam amino yang diselidiki.
VII.
Hasil
Pengamatan
o
Asam
Glutamat + NaOH
V
NaOH (ml)
|
pH
|
0
|
3,38
|
0,25
|
4,25
|
0,5
|
8,42
|
0,75
|
9,73
|
1
|
11,50
|
1,25
|
12,05
|
1,5
|
12,18
|
o
Asam
glutamat + H2SO4
V
H2SO4 (ml)
|
pH
|
0
|
3,33
|
0,25
|
2,04
|
0,5
|
1,77
|
0,75
|
1,66
|
1
|
1,51
|
1,25
|
1,44
|
1,5
|
1,33
|
1,75
|
1,22
|
o
Glisin
+ NaOH
V
NaOH (ml)
|
pH
|
0
|
6,69
|
0,25
|
8,60
|
0,5
|
9,06
|
0,75
|
9,46
|
1
|
9,83
|
1,25
|
10,33
|
1,5
|
11,54
|
1,75
|
12,11
|
o
Glisin
+ H2SO4
V
H2SO4 (ml)
|
pH
|
0
|
6,71
|
0,25
|
2,70
|
0,5
|
2,20
|
0,75
|
1,98
|
1
|
1,74
|
1,25
|
1,59
|
1,5
|
1,51
|
1,75
|
1,45
|
2
|
1,40
|
2,25
|
1,35
|
2,5
|
1,30
|
2,75
|
1,26
|
3
|
1,22
|
o
Alanin
+ NaOH
V
NaOH (ml)
|
pH
|
0
|
6,37
|
0,25
|
9,07
|
0,5
|
9,54
|
0,75
|
9,98
|
1
|
10,74
|
1,25
|
11,75
|
1,5
|
12,14
|
o
Alanin
+ H2SO4
V
H2SO4 (ml)
|
pH
|
0
|
6,38
|
0,25
|
3,02
|
0,5
|
2,60
|
0,75
|
2,55
|
1
|
2,14
|
1,25
|
1,91
|
1,5
|
1,79
|
1,75
|
1,72
|
2
|
1,58
|
2,25
|
1,52
|
2,5
|
1,45
|
2,75
|
1,41
|
3
|
1,35
|
3,25
|
1,30
|
3,5
|
1,25
|
o
Arginin
+ NaOH
V
NaOH (ml)
|
pH
|
0
|
9,95
|
0,25
|
11,59
|
0,5
|
11,98
|
0,6
|
12,07
|
o
Arginin
+ H2SO4
V
H2SO4 (ml)
|
pH
|
0
|
10,03
|
0,25
|
9,36
|
0,5
|
2,10
|
0,75
|
1,85
|
1
|
1,65
|
1,25
|
1,52
|
1,5
|
1,43
|
1,75
|
1,31
|
2
|
1,22
|
o
H2O
+ NaOH
V
NaOH (ml)
|
pH
|
0
|
6,76
|
0,25
|
11,85
|
0,5
|
12,02
|
o
H2O
+ H2SO4
V
H2SO4 (ml)
|
pH
|
0
|
6,77
|
0,25
|
1,67
|
0,5
|
1,50
|
0,75
|
1,48
|
1
|
1,36
|
1,25
|
1,32
|
1,5
|
1,25
|
IX.
Pembahasan
Pada percobaan ini dilakukan pengukuran pH terhadap empat asam
amino yaitu asam amino glisin, asam glutamate, arginin, dan alanin dengan
menggunakan titran larutan NaOH 2 N dan larutan H2SO4 2
N. Penambahan asam sulfat yang bersifat asam kuat mengakibatkan terdapat ion H+
yang berlebih,. Dimana dilakukan penukuran pH setiap penambahan 0.25 ml larutan
titran.
Titran yang digunakan yaitu yang bersifat basa NaOH dan yang
bersifat asam yaitu H2SO4 dan juga ada larutan titran
blanko yang akan dibandingkan dengan volume titran larutan asam amino. Hal ini bertujuan untuk membandingkan volume
larutan blanko dengan larutan asam amino yang telah dititrasi guna mngetahi seberapa besar kita melakukan penyimpangan
dalam melakukan praktikum. Sehingga dapat dilihat dari volume koreksi serta %
koreksi yang didapat.
Pada saat menitrasi dengan NaOH, asam
amino akan membentuk struktur asam amino yang bersifat basa. Sebaliknya jika
dititrasi dengan H2SO4 akan membentuk struktur asam amino
kation dalam keadaan asam yang ditunjukkan oleh pH semakin kecil dari 7. jadi,
dalam keadaan ini maka gugus karboksil lebih banyak dibandingkan dengan gugus
aminonya.
Titrasi ini dilakukan untuk
mencari titik isoelektrik pada asam amino, dimana asam amino mempunyai muatan
listrik netral. Jika pH yang terjadi terdapat di atas titik isoelektriknya maka
asam amino tersebut bermuatan negatif, dan jika pHnya berada dibawah titik
isoelektriknya maka asam amino tersebut akan bermuatan positif.
asam α-amino secara direaksikan dengan basa kuat, NaOH maka OH-
menyerang gugus -COOH terbentuklah -COO-.+ H2O. Ketika
asam amino itu direaksikan dengan asam kuat, H2SO4(aq),
ion-ion H+ tertarik ke gugus -NH2 membentuk -NH3+.Bila
asam amino dilarutkan dalam
larutan asam (pH rendah) akan ada perubahan proton sehingga membentuk kation.
Bila pH larutan dinaikkan (penambahan basa), kation alanin berubah, mula-mula
menjadi ion dipolar yang netral kemudian menjadi anion.
Keelektronegatifan asam kuat lebih
besar sehingga menarik ikatan elektron lebih kuat daripada atom hidrogen, dan
lebih mudah dalam pembentukan ion H+. Pengaruh pH didasarkan pada adanya
perbedaan muatan antara asam-asam amino penyusun protein, daya tarik menarik
yang paling kuat antar protein yang sama terjadi pada pH isoelektrik.
Setiap protein mempunyai kelarutan
tertentu yang ditentukan oleh komposisi larutannya. Kelarutan protein secara
nyata dipengaruhi oleh pH dan umumnya mempunyai nilai yang minimum pada pH
isoelektrik. Perubahan pH akan mempengaruhi ionisasi gugus fungsional protein
sehingga muatan total protein berubah. Pada titik isoelektrik total muatan
protein sama dengan nol, sehingga interaksi antar molekul protein menjadi
maksimum.
Asam
amino mempunyai satu gugus amino dan satu gugus karboksil, apabila dilarutkan
di dalam air maka gugus karboksil tersebut akan melepaskan ion H+ sehingga membentuk –CH3COO-
yang bermuatan negatif sedangkan gugus amino akan menangkap ion H+
tersebut dan akan membentuk –NH3+ yang bermuatan positif.
X.
Kesimpulan
dan Saran
·
Bila
pH asam amino berada di atas titik isoelektriknya, maka asam amino itu akan
bermuatan negatif. Dan bila pH asam amino berada di bawah titik isoelektriknya
maka asam amino tersebut bermuatan positif.
·
asam α-amino secara direaksikan dengan
basa kuat, NaOH maka OH- menyerang gugus -COOH terbentuklah -COO-.+
H2O. Ketika asam amino itu direaksikan dengan asam kuat, H2SO4(aq),
ion-ion H+ tertarik ke gugus -NH2 membentuk -NH3+.
·
Bila asam amino dilarutkan dalam larutan asam (pH rendah) akan ada
perubahan proton sehingga membentuk kation. Bila pH larutan dinaikkan
(penambahan basa), kation alanin berubah, mula-mula menjadi ion dipolar yang
netral kemudian menjadi anion.
·
Titrasi
dengan larutan asam dan basa yaitu untuk menentukan titik isoelektrik pada asam
amino dimana asam amino bersifat netral.